Get Gifs at CodemySpace.com

Senin, 25 Juni 2012

infeksi tali pusat


A.  Pengertian
Omfalitis adalah infeksi pada tali pusat bayi baru lahir yang ditandai dengan kulit kemerahan disertai pus. Penyebab terjadinya omfalitis pada kasus ini adalah akibat kurangnya aseptik antiseptik saat pengguntingan dan perawatan tali pusat oleh bidan penolong persalinan. Hasil apus pus omfalitis adalah bakteri batang Gram negatif, sesuai dengan pola kuman yang sering menginfeksi bayi baru lahir.
Tali pusat biasanya puput satu minggu setelah lahir dan luka sembuh dalam 15 hari. Sebelum luka sembuh merupakan jalan masuk untuk kuman dan infeksi yang dapat menyebabkan sepsis. Pengenalan secara dini infeksi tali pusat sangat penting untuk mencegah sepsis.
Tali pusat  merupakan bagian yang penting untuk diperhatikan pada bayi yang baru lahir. Bayi yang baru lahir kurang lebih dua menit akan segera di potong tali pusatnya kira-kira dua sampai tiga sentimeter yang hanya tinggal pada pangkal pusat (umbilicus), dan sisa potongan inilah  yang sering terinfeksi Staphylococcus  aereus. Pada ujung tali pusat akan  mengeluarkan nanah dan pada sekitar pangkal tali pusat akan  memerah  dan  disertai  edema (Musbikin,  2005).  
Pada  keadaan infeksi  berat,  infeksi dapat  menjalar  hingga  ke  hati (hepar)  melalui ligamentum (falsiforme)  dan  menyebabkan abses yang berlipat ganda.
Pada   keadaan   menahun   dapat   terjadi   granuloma   pada   umbilikus (Prawirohardjo, 2002)

B.  Insidensi
Tetanus Neonatorum dan infeksi tali pusat telah menjadi penyebab kesakitan dan kematian secara terus-menerus di berbagai negara. Setiap tahunnya sekitar 500.000 bayi meninggal karena tetanus neonatorum dan 460.000 meninggal akibat infeksi bakteri (WHO, 1998). Infeksi sebagai salah satu penyebab kematian, sebenarnya dapat dengan mudah dihindari dengan perawatan tali pusat yang baik, dan pengetahuan yang memadai tentang cara merawat tali pusat.
Berdasarkan perkiraan World Health Organitation( WHO) hampir semua( 98%) dari lima juta kematian neonatal terjadi di negara berkembang. Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan 42% kematian neonatal disebabkan infeksi seperti: sepsis, tetanus neonatorum, meningitis, pneumonia, dan diare.(Imral chair, 2007)

C.  Etiologi
Infeksi  tali  pusat  adalah  suatu  penyakit  toksemik  akut  yang disebabkan  oleh Clostridium tetani dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran (Mieke, 2006).
Merupakan hasil dari klostrodium tetani (Kapitaselekta, 2000) bersifat anaerob, berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang dapat mengahancurkan sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. (Ilmu KesehatanAnak,1985)
Faktor-faktor  yang  menyebabkan  terjadinya  infeksi  tali  pusat pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut :

a.   Faktor kuman
Staphylococcus  aereus  ada  dimana-mana  dan  didapat  pada masa  awal kehidupan hampir  semua  bayi,  saat  lahir  atau  selama masa perawatan.  Biasanya Staphylococcus aereus sering dijumpai pada  kulit,  saluran  pernafasan,  dan  saluran  cerna  terkolonisasi. Untuk pencegahan terjadinya  infeksi tali pusat sebaiknya tali pusat tetap  dijaga kebersihannya,  upayakan tali  pusat  agar tetap kering dan  bersih, pada saat  memandikan  di minggu  pertama  sebaiknya jangan merendam bayi langsung ke dalam air mandinya karena akan menyebabkan      basahnya tali   pusat    dan memperlambat proses pengeringan tali pusat.
Dan masih banyak penyebab lain yang dapat memperbesar  peluang  terjadinya  infeksi pada tali  pusat   seperti penolong persalinan yang kurang menjaga kebersihan terutama pada alat-alat   yang   digunakan   pada   saat   menolong   persalinan   dan khususnya  pada  saat pemotongan  tali  pusat.  Biasakan  mencuci tangan untuk pencegahan terjadinya infeksi (Danuatmadja, 2003).
b.  Faktor Maternal
Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun.
1.      Kurangnya perawatan prenatal.
2.      Ketuban pecah dini (KPD)
3.      Prosedur selama persalinan.

c. Faktor Neonatatal
  1. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko terjadinya infeksi. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit immunitas masih rendah.
  1. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi.
  2. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens infeksi pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
d.   Faktor Lingkungan
1.    Ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
2.    Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bisa menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
3.    Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan. Infeksi pada neonatus lebih sering di temukan pada BBLR. Infeksi lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir di luar rumah sakit. Dalam hal ini tidak termasuk bayi yang lahir di luar rumah sakit dengan cara septik. Segala bentuk infeksi yang terjadi pada bayi merupakan hal yang lebih berbahaya dibandingkan dengan infeksi yang terjadi pada anak atau dewasa. Ini merupakan alasan mengapa bayi harus dirawat dengan ketat bila dicurigai mengalami infeksi.
4.    Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.colli.
5.    Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara, yaitu :
·      Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sipilis, dan toksoplasma.
·      Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican dan N.gonorrea.
·      Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
d. Proses persalinan
Persalinan  yang  tidak  sehat  atau  yang  dibantu  oleh  tenaga  non medis, terjadi   pada saat memotong tali pusat menggunakan  alat yang tidak steril dan tidak diberikan obat antiseptik. Untuk  perawatan  tali  pusat  juga  tidak  lepas  dari  masih  adanya tradisi   yang   berlaku  di masyarakat.
 e. Faktor tradisi
Sebagian  masyarakat  misalnya  dengan memberikan   berbagai   ramuan-ramuan atau   serbuk-serbuk   yang dipercaya bisa membantu mempercepat kering dan lepasnya potongan tali pusat.  Ada yang mengatakan tali pusat bayi itu harus diberi abu-abu pandangan seperti inilah yang seharusnya tidak boleh dilakukan  karena   justru  dengan  diberikannya berbagai  ramuan tersebut  kemungkinan  terjangkitnya  tetanus  lebih  besar  biasanya penyakit   tetanus   neonatorum  ini   cepat   menyerang   bayi,   pada keadaan infeksi berat hanya beberapa hari  setelah persalinan  jika tidak  ditangani  biasa  mengakibatkan meninggal   dunia   (Mieke, 2006).

D.  Klasifikasi
1.    Infeksi tali pusat lokal atau terbatas
Jika tali pusat bengkak, mengeluarkan nanah, atau berbau busuk, dan di  sekitar tali pusat kemerahan dan pembengkakan terbatas pada  daerah kuang dari 1 cm  di sekitar  pangkal tali pusat  lokal  atau terbatas.

2.    Infeksi tali pusat berat atau meluas
Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm atau kulit di sekitar tali pusat bayi mengeras dan memerah serta bayi mengalami pembengkakan perut, disebut sebagai infeksi tali pusat berat atau meluas.

E.  Tanda dan Gejala
Tanda-tanda yang perlu dicurigai oleh orang tua  adalah apabila  timbul bau menyengat  dan  terdapat  cairan  berwarna  merah darah  atau  bisa  juga  berbentuk  nanah  di  sisa  tali  pusat  bayi.  Hal tersebut  menandakan  sisa  tali pusat  mengalami  infeksi,  lekas  bawa bayi ke klinik atau rumah sakit, karena apabila infeksi telah merambat ke  perut bayi,  akan  menimbulkan  gangguan  serius  pada bayi (Febrina, 2006)
Manifestasi kebanyakan  infeksi Staphylococcus  pada  neonatus adalah  tidak  spesifik, bakteremia  tanpa  kerusakan  jaringan  setempat dikaitkan  dengan  berbagai  tanda, berkisar dari  yang  ringan  sampai dengan  keadaan  yang  berat.  Distress  pernafasan, apnea, bradikardia, abnormalitas saluran cerna, masalah termoregulasi, adanya perfusi yang buruk, dan disfungsi serebral  merupakan  hal  umum.  Infeksi spesifik yang disebabkan oleh Staphylococcus aereus meliputi pneumonia, efusi pleural,  meningitis,  endokarditis, omfalitis,  abses,  dan  osteomielitis (Wahab, 2000).
Bayi yang terinfeksi tali pusatnya, pada tempat tersebut biasanya akan  mengeluarkan nanah dan pada bagian sekitar pangkal tali pusat akan terlihat  merah dan  dapat  disertai dengan  edema.  Pada keadaan yang berat infeksi dapat  menjalar ke hati (hepar) melalui ligamentum falsiforme dan menyebabkan abses  yang berlipat ganda. Pada keadaan menahun dapat  terjadi  granuloma  pada  umbilikus  (Prawirohardjo:2002).
Jika  tali  pusat  bayi  bernanah  atau  bertambah  bau,  berwarna merah, panas, bengkak, dan ada area lembut di sekitar dasar tali pusat seukuran uang  logam seratus rupiah, ini merupakan tanda infeksi tali pusat (Sean, 2004).

F.   Pencegahan dan Penanganan
1.    Pencegahan
Untuk pencegahan awal tetanus dapat  diberikan pada calon pengantin dengan harapan bila setelah menikah dan hamil tubuhnya sudah punya antitoksin tetanus yang akan ditransfer ke janin melalui plasenta.  Seorang            wanita  yang  sudah  diimunisasi  tetanus  2  kali dengan interval  4-6   minggu   diharapkan   mempunyai   kekebalan terhadap tetanus selama tiga tahun imunisasi TT diberikan juga pada ibu  hamil,  diberikan  2  kali  pada  trimester  kedua dengan  interval waktu 4-6 minggu diharapkan dapat memberikan kekebalan selama tiga tahun sehingga jika si ibu hamil kurun waktu tiga tahun itu tidak diberikan  imunisasi  TT atau satu kali saja  imunisasi sudah cukup (Erikania, 2007). 
Agar tali pusat tidak terinfeksi, perlu dilakukan inspeksi tali pusat,   klem   dilepas,  dan tali  pusat  diikat  dan  dipotong dekat umbilikus  kurang   dari  24  jam  setelah  bayi  lahir. Ujung  dari potongan diberikan krim klorheksidin untuk mencegah infeksi pada tali pusat, dan tidak perlu dibalut dengan kasa dan dapat hanya diberi pengikat tali pusat  atau  penjepit tali pusat yang terbuat dari plastik (Penny, 2008).
Dalam keadaan normal, tali pusat akan lepas dengan sendirinya dalam waktu lima sampai tujuh hari. Tapi dalam beberapa kasus  bisa  sampai dua  minggu  bahkan  lebih  lama. Selama  belum pupus, tali pusat  harus  dirawat  dengan baik. Agar tali pusat tidak infeksi, basah,  bernanah,  dan   berbau.  Bersihkan  tali  pusat  bayi dengan  sabun  saat  memandikan bayi.   Keringkan  dengan  handuk lembut. Tidak peru di olesi dengan alkohol 70% atau betadine, karena yodium yang dikandung betadine dapat masuk ke peredaran  darah bayi  dan menyebabkan  gangguan  pertumbuhan  kelenjar  gondok. Biarkan terbuka hingga kering, dapat dibungkus dengan kasa steril. Jangan  mengolesi tali pusat  dengan ramuan atau menaburi bedak, karena  dapat   menjadi  media  yang  baik  bagi  tumbuhnya  kuman, termasuk kuman tetanus (Wartamedika, 2006).
Untuk penggantian popok, sebaiknya popok yang telah basah segera  diganti untuk menghindari iritasi tali pusat,  area tali pusat jangan  ditutup   dengan  popok  atau  celana plastik  dan  bila  bayi menggunakan popok langsung pakai saja (Sean, 2002).
Pencegahan pada  infeksi tali pusat  dapat  dilakukan dengan perawatan tali pusat yang baik. Jika di tempat perawatan bayi banyak penyebab  infeksi dengan Staphylococcus aereus maka perawatan tali pusat dapat dilakukan sebagai berikut :
  1. Setelah  tali  pusat  dipotong,  ujung  tali  pusat  diolesi  dengan tincture jodii.
  2. Tangkai tali pusat / pangkal tali pusat dan kulit di sekeliling tali pusat  dapat   diolesi dengan  triple-dye  (triple  dye  ini  adalah campuran brilliant green  2,29 g, prylapine bemisulfate 1,14 g, dan crystal violet 2,29 g yang dilarutkan dalam satu liter air), jika obat-obat ini tidak ada       dapat pula digantikan  dengan merkurokrom.
  3. Atau  tali  pusat  cukup  ditutupi  dengan  kasa  steril  dan  diganti setiap hari (Prawirohardjo, 2002).

2.    Penanganan
Infeksi pada bayi dapat merupakan penyakit yang berat dan sangat sulit diobati. Jika tali pusat bayi terinfeksi oleh Staphylococcus  aereus, sebagai  pengobatan  lokal  dapat  diberikan salep  yang  mengandung  neomisin  dan  basitrasin.  Selain  itu  juga dapat diberikan salep  gentamisin. Jika terdapat  granuloma, dapat pula  dioleskan  dengan  larutan nitras  argenti  3%  (Prawirohardjo,2002).
Berikut adalah klasifikasi infeksi dan penanganannya, antara lain :
a)   Infeksi tali pusat lokal atau terbatas
Cara penanganannya :
*      Biasakan  untuk  selalu  mencuci  tangan  sebelum  memegang atau membersihkan tali pusat, untuk mencegah berpindahnya kuman dari tangan.
*      Bersihkan        tali       pusat    menggunakan  larutan antiseptik (misalnya  klorheksidin atau  iodium  povidon  2,5%)  dengan kain kassa yang bersih.
*      Olesi   tali   pusat   pada   daerah   sekitarnya   dengan   larutan antiseptik (misalnya gentian violet 0,5% atau iodium povidon 2,5%) delapan kali sehari sampai tidak ada nanah lagi pada tali  pusat.   Anjurkan  Ibu  melakukan  ini  kapan  saja  bila memungkinkan.
*      Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm, obati seperti infeksi tali pusat berat atau meluas.

b)   Infeksi tali pusat berat atau meluas
Cara penanganannya :
*        Rujuk bayi ke dokter dan tetap lakukan perawatan seperti infeksi tali pusat lokal atau terbatas. Oleh dokter akan dilakukan pemeriksaan tanda tanda sepsis pada bayi.
*        Lakukan pemeriksaan laboratorium   untuk pemeriksaan kultur dan sensivitasi.
*        Dapat diberikan pemberian antibiotik sesuai indikasi seperti Kloksasilin oral selama lima hari
*        Jika terdapat pustule / lepuh kulit dan selaput lendir.
*        Cari tanda-tanda sepsis.
*        Lakukan perawatan umum seperti dijelaskan untuk infeksi tali pusat lokal atau terbatas.

3. Perawatan umum tali pusat pada bayi baru lahir
Perawatan yang dilakukan pada tali pusat untuk mencegah infeksi. Mencegah dan mengidentifikasi perdarahan infeksi secara dini. Hal- hal yang dilarang adalah membubuhkan atau mengoleskan ramuan dan abu dapur karena akan menyebabkan infeksi.
Menghindari kontak langsung dengan air kencing bayi karena air kencing  tersebut adalah salah satu penyebab timbulnya infeksi pada tali pusat bayi. memakaikan popok sekali pakai sebaiknya di bawah pusar.
Merawat tali pusat dengan prinsip bersih dan kering. Jadi, saat memandikan bayi, tali pusat juga digosok dengan air dan sabun, lalu dikeringkan dengan handuk bersih terutama daerah tali pusat yang masih berwarna putih di bagian pangkalnya (tali pusat yang bermuara ke perut bayi). Bagian pangkal ini bisa dibersihkan dengan cotton budpovidone yodine) dan biarkan terbuka sehingga cepat mengering, atau dibungkus dengan kasa kering yang steril.
Pastikan tali pusat dan area sekelilingnya selalu bersih dan kering.








                                                              














Refrensi

·      Hellen, farer. 1999. Perawatan Maternitas. EGC: Jakarta
·      HAMILTON, Persis Mary. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. EGC:Jakarta

landasan teori furunkel/ bisulan pada anak


Furunkel (bisul) adalah nodul nyeri hebat yang terbentuk dalam kulit oleh peradangan terbatas dari korium dan jaringan subkutis, mengelilingi nekrotis sentral atau inti disebabkan oleh stapholococcus yang memasukinkuli memasuki kulit melalui folikel rambut.                                                      (Kamus Saku  Kedokteran Dorlan hall :452 )

Stapholococcus aureus adalah penyebab infeksi piogenik kulit yang paling sering, ia dapat juga menyebabkan furunkel, karbunkel, osteomelitis, artritis septik, infeksi luka, abses, pneumonia, empiema, endokarditis, meningitis dan penyakit yang diperantarai toksin, termasuk keracunan makanan. (Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 2/editor, Richard E. Behrman, robert M. Hall: 919)
Folikulitis adalah infeksi folikel rambut biasanya oleh bakteri stapholococcus aureus . peradangan terjadi folikel faktor resiko trauma pada kulit dan higine yang buruk . (Buku Saku Patofisiologi Corwin,EGC: Hall: 123)
Furunkel (bisul) adalah peradangan pada folikel rambut pada kulit dan jaringan sekitarnya yang sering terjadi pada daerah bokong, kuduk, aksila, badan. Tangkai furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat yang biasa disebut sebagai furunkulosis. (Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Jakarta : Nuha Medika)
1.      Etiologi

Furunkel dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah sebagai berikut :
1.      Iritasi pada kulit
2.      Kebersihan kulit yang kurang terjaga.
3.      Daya tahan tubuh yang rendah
4.      Infeksi oleh staphylococcus aureus. Berbentuk bulat (coccus), diameter 0,5-1,5µm, susunan bergerombol seperti anggur, tidak mempunyai kapsul, nonmotil, katalase positif, pada pewarnaan gram tampak berwarna ungu.
5.      Bakteri lain atau jamur. Paling sering ditemukan didaerah tengkuk, axial, paha dan bokong. Akan terasa sangat nyeri jika timbul didaerah sekitar hidung, telinga, atau jari-jari tangan.

Penyakit bisul yang paling utama jelas karena adanya infeksi kulit karena ulah mikroorganisme (bakteri, jamur) dan benda asing lain yang merusak kulit
            (Potter, Patricia A. 1990. EGC. )
Bisul bisa disebabkan oleh tiga faktor diantaranya :

a.  Faktor dari dalam tubuh anak sendiri
Faktor dari dalam tubuh anak misalnya alergi. Jika anak punya bakat alergi, maka hal yang menyebabkan terjadinya alergi harus dihindari agar tidak timbul bisul. Sebenarnya, tak ada hubungan langsung antara bisul dengan alergi. Tetapi biasanya anak yang alergi lebih sering mengalami bisulan. Dikarenakan, bila anak sedang mengalami alergi dengan keluhan gatal, anak terangsang untuk menggaruk. Akibat garukan, dapat terjadi kerusakan kulit/luka yang akhirnya dimasuki kuman lalu muncul bisul.

b.  Faktor lingkungan
Faktor lingkungan seperti tempat tidur dan lokasi bermain anak harus dijaga kebersihan dan diupayakan agar tidak terlalu lembab. Teman-teman bermain anak juga harus diawasi. Jangan sampai anak melakukan kontak fisik dengan anak yang bisulan. Karena bakteri penyebab bisul bisa menempel pada kulit anak yang masih rentan, kontak kulit bisa membuat anak tertular bisul temannya.

c.   Faktor kebersihan tubuh.
Salah satu penyebab penyakit bisul yang paling banyak terjadi adalah karena faktor kebersihan. Tubuh selalu bersentuhan dengan kuman dan bakteri, bila jarang dibersihkan, bakteri ini tentu akan masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan bisul. Selain itu, kotoran yang menempel pada permukaan kulit bisa menghambat pori-pori kulit, sehingga minyak yang diproduksi di lapisan bawah kulit tidak bisa keluar, dan hal ini akan menyebabkan bisulan.
Kebersihan tubuh anak misalnya akibat pemilihan pakaian yang ketat atau terbuat dari bahan yang kurang menyerap keringat. Ini akan menghambat proses sirkulasi pada kulit anak, menyebabkan kulit lembab, dan memudahkan berkembangbiaknya kuman. Bedak juga memicu terjadinya bisul. Karena bedak dapat mengatasi biang keringat yang kerap timbul pada kulit anak. Padahal bedak justru merupakan media yang baik untuk timbulnya bisul, karena bedak menghambat keluarnya keringat.
Bisul bisa terjadi pada siapa saja, bayi, anak-anak maupun dewasa, terutama bila ada faktor pemicu.

Beberapa faktor pemicu bisul antara lain :

1.  Menurunnya daya tahan tubuh
Daya tahan tubuh dapat menurun karena kurang gizi dan gangguan darah (anemia, keganasan,diabetes)

2.  Kurang terjaga kebersihan
Faktor kebersihan memegang peran penting terjadi-tidaknya infeksi. Bila lingkungan kurang bersih, infeksi akan mudah terjadi. Karena itu, pada bayi, gejala bisul mudah dijumpai. Bayi dan anak-anak identik dengan dunia eksplorasi dalam bermain, apalagi bila terkena benda kotor semisal tanah. Belum lagi setelah main, anak tidak dicuci tangannya. Sehingga buka kebersihan anak dan bayi tak dijaga, akan mempermudah terjadinya bisul.
Pada dasarnya bisul muncul karena adanya kuman. Orang tua yang tidak menjaga kebersihan tubuh bayi dan lingkungannya dengan baik, otomatis lebih berpeluang terpapar kuman penyebab bisul. Tak heran kalau mereka yang tinggal di daerah pemukiman padat, di daerah pengungsian, dimana faktor kebersihannya terabaikan akan lebih mudah bisulan. Namun harus diingat, walaupun tinggal di tempat yang bersih tapi kalau jarang dimandikan dan dijaga kebersihkan badan bayi, dengan sendirinya kuman pun akan bersarang.

3.  Daerah tropis
Secara geografis Indonesia termasuk daerah tropis. Dimana udaranya panas sehingga dengan mudah bayi akan berkeringat. Keringat pun bisa menjadi salah satu pemicu munculnya bisul. Terutama bisul yang terjadi pada kelenjar keringat.

4.  Kawasan penempatan yang sesak seperti di intitusi dan rumah.

5.  Faktor gizi
Namun jangan pula dilupakan faktor gizi. Gizi yang kurang juga dapat memengaruhi timbulnya infeksi. Bila gizi kurang, berarti daya tahan tubuh menurun, sehingga akan mempermudah timbulnya infeksi. Terlebih pada bayi, kekebalan tubuhnya kurang dibandingkan orang dewasa.

2.    JENIS BISUL

Bisul biasanya diawali dengan kulit kemerahan, membengkak, dan ada benjolan yang terasa sakit di bawah permukaan kulit. Ketika infeksi berlanjut, terbentuk kantung nanah dalam kulit, yang berisi bakteri, sel kulit mati, dan sel darah putih. Puncak bisul yang sering disebut mata bisul muncul di tengah-tengah bisul. Dari mata bisul inilah biasanya nanah akan pecah.
Berdasarkan jumlah mata bisul yang ada, bisul dibedakan menjadi:

1.  Furunkel atau bisul kecil yang hanya memiliki satu mata. Letak bisul bisa di beberapa tempat tapi jarang-jarang. Jika furunkel satu mata ini jumlahnya banyak dan letaknya menyebar di sejumlah anggota tubuh, disebut furunkulosis.

2.  Pada bayi dan balita, jenis bisul yang terjadi biasanya furunkulosis. Ini biasanya diawali oleh biang keringat yang berlanjut menjadi bisul. Karena bisul dan biang keringat seringkali menimbulkan gatal, anak akan menggaruk bisul tersebut. Garukan tangan pada tempat yang berbeda akan menularkan kuman ke bagian tubuh lain sehingga di bagian tubuh itu timbul bisul pula. Bisul ini menimbulkan rasa nyeri dan berdenyut-denyut. Itu sebabnya bisul yang parah kadang mengakibatkan demam pada anak, karena tubuh anak berusaha melawan kuman yang terdapat pada bisul.

3.  Karbunkel, yaitu apabila beberapa bisul yang berdekatan menyatu dan mengakibatkan terbentuknya beberapa mata bisul.
(www.hula-hula.blogspot.com)



3.     Patofisiologi

Infeksi dimulai dari peradangan pada folikel rambut dikulit (folikulitis) yang menyebar pada jaringan sekitarnya. Radang pus (nanah) yang dekat sekali dengan kulit disebut pustula. Pustula ini menyebabkan kulit diatasnya sangat tipis, sehingga pus di dalam dapat dengan mudah mengalir keluar. Sementara itu, bisulnya (furunkel) sendiri berada pada daerah kulit yang lebih dalam. Terkadang pus yang berada di dalam bisul diserap sendiri oleh tubuh, tetapi lebih sering mengalir sendiri melalui lubang yang ada di kulit.
Bakteri stafilokokus aureus umumnya masuk melalui luka, goresan atau robekan pada kulit. Respon primer host terhadap infeksi stafilokokus aureus adalah mengerahkan sel PMN ketempat masuknya kuman tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarik ketempat infeksi oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokolin TNF (tumor necrosis factor) dan IL (interleukin) yang dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofak yang teraktivasi, hal tersebut menyebabkan inflamasi dan terbentuklah pus (gab sel darah putih, bakteri, dan sel kulit mati).
(Potter, Patricia A. 1990. EGC. )

4.        Tanda dan Gejala

Gejala yang timbul dari adanya furunkel bervariasi, bergantung pada beratnya penyakit. Gejala yang sering ditemui pada furunkel adalah sebagai berikut :

1.       Nyeri pada daerah ruam. Muncul tonjolan yang nyeri, berbentuk halus, berbentuk kubah dan bewarna merah disekitarnya
2.     Ruam pada daerah kulit berupa nodus eritematosa yang berbentuk kerucut dan memiliki pustul
3.      Nodul dapat melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan nekrotik yang dapat pecah membentuk fistel lalu keluar melalui lobus minoris resistensiae
4.      Setelah seminggu, umumnya furunkel akan pecah sendiri dan sebagian dapat menghilang dengan sendirinya
5.      Ukuran tonjolan meningkat dalam beberapa hari dan dapat mencapai 3-10 cm atau bahkan lebih
6.      Demam dan malaise sering muncul dan pasien tampak sakit berat
7.      Jika pecah spontan atau disengaja, akan mongering dan membentuk lubang yang kuning keabuan pada bagian tengah dan sembuh perlahan dengan granulasi
8.      Waktu penyembuhan kurang lebih 2 mg
9.      Jaringan parut permanen yang terbentuk biasanya tebal dan jelas.

5.        Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang diberikan pada  neonatus dengan furunkel bergantung pada keadaan penyakit yang dialaminya. Asuhan yang biasanya diberikan adalah sebagai berikut :
1.      Kebanyakan furunkel tidak membutuhkan pengobatan dan akan sembuh dengan sendirinya
2.      Jaga kebersihan daerah yang mengalami furunkel serta daerah sekitarnya
3.      Berikan pengobatan topikal dengan kompres hangat untuk mengurangi nyeri dan melunakan nodul. Kompres hangat dapat dilakukan sambil menutup ruam untuk mencegah penularan ke daerah lainnya
4.      Jangan memijit furunkel, terutama yang letaknya di daerah hidung dan bibir atas karena dapat menyebabkan penyebaran kuman secara hematogen
5.      Bila furunkel terjadi di daerah yang tidak umum, seperti pada hidung atau telinga, maka brkolaborasilah dengan dokter untuk melakukan insisi
6.      Jika memungkinkan untuk membuka furunkel, maka lakukanlah dengan cara berikut :
a.       Beri penjelasan pada keluarga mengenai tindakan yang akan dilakukan atau berikan informed consent
b.      Minta seseorang untuk memegangi anak
c.       Ambillah sebuah pisau bedah steril dan insisi furunkel dengan segera pada puncaknya saja. Kemudian masukkan penjepit dalam luka dan bukalah penjepitnya untuk membuat jalan keluar bagi pus. Dengan cara ini, pus akan keluar tanpa mengganggu  sesuatu. Perhatikan pisau bedah, jangan sampai masuk ke dalam karena dapat melukai pembuluh darah saraf
d.      Berikan analgesik, misalnya aspirin atau parasetamol untuk mengatasi nyeri
e.       Tutuplah luka dengan kasa kering, usahakan agar satu sudut dari kasa dimasukkan, agar jalan tetap terbuka, sehingga pus dapat keluar
f.       Bersihkan alat-alat
g.      Ingatkan keluarga untuk mengganti perbannya secara periodik
7.      Terapi antibiotik dan antiseptik diberikan bergantung pada luas dan beratnya penyakit, misalnya dengan pemberian achromycin 250 mg sebanyak 3 atau 4 kali per hari
8.      Bila furunkel terjadi secara menetap atau berulang atau dalam jumlah yang banyak, maka kaji faktor predisposisi adanya diabetes melitus
9.      Bila furunkel disertai demam berikan antibiotic sistemik.
10.  Jika infeksi berat atau pada area berbahaya dosis antibiotik maximal harus diberikan dalam bentuk parenteral.
11.  Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase sangat diperlukan.
12.  Jika infeksi berulang atau ada komplikasi, periksa kultur perlu dilakukan.
13.  Terapi antimicrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang dan berubah.
(. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.  Nuha Medika)

6.      CARA PENCEGAHAN BISUL
Agar bayi tidak mudah bisulan, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Jika bayi mudah berkeringat, usahakan agar keringat tersebut segera dikeringkan
2.      Biang keringat yang timbul pada kulti bayi harus dibersihkan dengan handuk basah
3.      Jaga kebersihan tubuh bayi sepanjang hari dengan sering memandikannya jika terlalu banyak keringat yang keluar
4.      Upayakan lingkungan di sekitar bayi selalu bersih
5.      Ventilasi udara di ruangan bayi harus cukup sehingga ruangan bayi tidak lembab
6.      Jangan kenakan bayi dengan pakaian ketat atau dari bahan yang tidak menyerap keringat
7.      Ganti pakaian bayi dengan segera jika basah atau kotor
8.      Jangan membubuhkan bedak pada kulit bayi jika keluar keringat
9.      Usahakan kebutuhan gizi bayi selalu terpenuhi.
10.   Pahami penanganannya
(www.hula-hula.blogspot.com)